Pentingnya Gizi di Awal Kehidupan

Rabu, 25 Maret 2015 - 10:47 WIB
Pentingnya Gizi di Awal...
Pentingnya Gizi di Awal Kehidupan
A A A
PEMENUHAN gizi di awal kehidupan penting membentuk generasi sebuah bangsa. Gizi yang cukup bisa sebagai modal membangun hidup sehat, cerdas, dan produktif.

Menurut Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Teknologi Bogor Prof Hardinsyah MS, pemenuhan gizi seimbang terutama bagi calon ibu hamil, ibu hamil (bumil), ibu menyusui (busui), dan balita sangat diperlukan, terutama pada zat gizi yang masih kurang.

Dia menyebutkan bahwa masalah gizi di Indonesia masih memprihatinkan, terlihat dari jumlah balita bertumbuh pendek akibat kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi yang mencapai 37,2% atau 8,8 juta balita Indonesia pada 2013. Prof Hardinsyah menyebutkan ada beberapa gizi yang cocok untuk tumbuh kembang anak, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Gizi untuk perkembangan otak terdapat pada karbohidrat, asam lemak esensial (omega 3 dan 6), yodium, kolin, zat besi, vitamin dan mineral. “Gizi untuk perkembangan otot dan tulang terdapat pada protein, kalsium, fosfor, zat besi, zink, dan vitamin A,” katanya saat menghadiri acara nutritalk “Sinergi Pengetahuan Lokal dan Keahlian Global bagi Perbaikan Gizi Anak Bangsa” di JW Marriott Hotel, Jakarta, Jumat (20/3).

Dia mengatakan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk perbaikan gizi, di antaranya perbaikan konsumsi pangan, terutama pangan hewani seperti telur, ikan, dan susu. Perbaikan suplemen gizi mikro terutama zat besi, kalsium, zink, magnesium, tembaga, folat, B12, vitamin A, vitamin C, penanganan masalah gizi buruk, pendidikan gizi keluarga terutama ibu dan anak, serta pemberdayaan ekonomi, keluarga, dan perempuan.

“Edukasi mengenai perbaikan gizi juga harus terus dilakukan, organisasi wanita banyak, para pria bisa melalui lembaga dan anak-anak bisa mengandalkan socmed , bisa mengakses socmed . Pemerintah juga harus lebih inovatif, harus dimanfaatkan dan tidak hanya melalui puskesmas, televisi dan tokoh agama di pelosok juga berperan dalam edukasi perbaikan gizi,” katanya.

Direktur Development Physiology dan Nutrition Danone Nutricia Early Life Nutrition asal Belanda Dr Martine Alles menyebutkan bahwa seribu hari pertama kehidupan adalah periode penting bagi pertumbuhan anak-anak, karena pada periode ini terjadi pertumbuhan fisik dan penambahan massa otak, serta pengembangan signifikan kemampuan kognitif, tulang, imunitas, sistem pencernaan, dan organ-organ metabolisme.

Kualitas pertumbuhan yang dialami pada periode ini akan memengaruhi kesehatan anak-anak pada masa depan. “Bukan saja masalah gizi, kita harus melihat situasi gizi pada ibu hamil, gizi awal sebelum dan pas hamil supaya dia bisa memberikan gizi baik kepada anaknya. ASI dan kualitas makan bayi juga harus diperhatikan,” sebutnya.

Dr Martine menuturkan bahwa konsumsi susu sangat penting bagi pertumbuhan anak-anak. Menurut dia, di Belanda, konsumsi susu sudah menjadi faktor yang penting dan termasuk dalam kebiasaan sehari-hari bagi anak. Berbeda dengan Indonesia yang kurang konsumsi susu. Namun, menurut dia, susu belum bisa dikatakan yang terbaik untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia.

Itu karena sulit mengubah pola makan. Apalagi minum susu bukan kebiasaan keluarga di Indonesia. “Yang perlu kita lihat lebih dalam lagi dari manfaat susu adalah susu mengandung banyak protein dan kalsium,” katanya.

Konsumsi susu memang sangat penting, khususnya bagi anak-anak. Itu karena susu kaya protein. “Fortifikasi susu juga penting. Jangan lupakan air putih juga untuk anak. Pertumbuhan anak sangat baik jika minum susu dan air putih, serta kurangi konsumsi gula-gulaan,” lanjutnya.

Kasus internasional juga menunjukkan vitamin D sebagai salah satu zat gizi yang memengaruhi kualitas pertumbuhan anak-anak. “Meningkatnya penyakit riketsia ternyata menyingkapkan manfaat lain vitamin D. Selain memperbaiki pertumbuhan tulang, vitamin D juga berpengaruh terhadap imunitas adaptif,” sebut Dr Martine.

Menurut Dr Martine, defisiensi vitamin D tidak mudah dideteksi. Adapun cara deteksinya bisa melalui tes darah di lab dan pada usia berapa saja bisa melakukan tes darah, hanya dokter yang bisa mengukur dan tidak bisa mengecek kekurangan vitamin D atau tidak jika sendirian di rumah. “Biasakan terekspos sinar matahari sejak awal. Ibu hamil juga harus cukup vitamin D supaya bisa menular ke anaknya,” lanjutnya.

Prof Hardinsyah mengatakan bahwa pukul 09.00 pagi sampai jam satu siang merupakan waktu yang tepat untuk terekspos matahari demi kecukupan vitamin D. “Lakukan dalam 20 menit sehari dan usahakan 3-4 kali dalam seminggu,” katanya.

Iman firmansyah
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0781 seconds (0.1#10.140)